Rabu, 16 Oktober 2019

MANAJEMEN KONSTRUKSI

PENYEDIAAN JASA,PENGGUNA JASA DAN AUDITOR


PENJELASAN TENTANG PENGGUNA JASA, PENYEDIA JASA, AUDITOR, PENJELASAN 5W+1H DALAM BIDANG KONSTRUKSI
 
SOAL :
1. Pengguna jasa
2. penyedia jasa
3. auditor

·         Penjelasan tentang pengguna jasa
Ada beberapa definisi tentang pengguna jasa antara lain :
Pengguna Jasa (1) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian). 
Pengguna Jasa (2) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 10 UU Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan). 
Pengguna Jasa (3) adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.” (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi). 
Pengguna Jasa (4) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian).
Pengguna Jasa (5) adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.” (Pasal 1 Angka 22 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Pengguna Jasa (6) adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor.” (Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang).

Dalam PPh final atas usaha jasa konstruksi tentang peraturan pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2008  “pajak atas penghasilan dari kegiatan usaha jasa konstruksi” juga di jelaskan definisi pengguna jasa.
Dalam PP ini dijelaskan bahwa :
Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
 
         Penjelasan tentang penyedia  jasa

Definisi penyedia barang jasa :
Penyedia barang jasa adalah istilah untuk badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah di Indonesia Penyedia Barang Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha
  2. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;
  3. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;
  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas, dikecualikan bagi Penyedia Barang Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
  5. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang Jasa;
  6. Dalam hal Penyedia Barang Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/ kemitraan yang memuat presentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
  7. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
  8. Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Kontsruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;
  9. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan jasa Lainnya harus memperhitungan Sisa Kemampuan paket (SKP) sebagai berikut: SKP = KP – P; KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
a.        untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan
b.       untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
  1. jumlah paket yang sedang dikerjakan.
  2. jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
  3. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;
  4. sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan;
  5. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
  6. Tidak masuk dalam Daftar Hitam
  7. memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
  8. menandatangani Pakta Integritas.·         Penjelasan tentang auditor

    Audit secara umum merupakan suatu proses yang sistematis untuk mendapatkan dan mengkaji secara objektif bahan bukti (evidence) perihal pernyataan ekonomi dan kegiatan lain. Hal ini bertujuan mencocokan atau membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dari hasil langkah itu, disimpulkan suatu pendapat atau opini dan mengkomunikasikannya kepada pihak yang berkepentingan (D.R. Carmichael dan J.J. Wilingham, 1987). Sedangkan audit proyek didefinisikan oleh Leo Herbert (1979) sebagai
    1. Merencanakan, mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang cukup jumlahnya, relevan, dan kompeten
    2. Dilakukan oleh auditor yang bebas (independent)
    3. Dengan tujuan audit yaitu untuk menjawab beberapa pertanyaan :
           I.            Apakah manajemen atau personil suatu perusahaan atau agen yang ditunjuk telah melaksanakan kegiatan atau tidak?
        II.            Apakah kegiatan yang dilakukan memakai norma yang sesuai untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan oleh yang berwenang?
     III.            Apakah kegiatan telah dilakukan dengan cara yang efektif?
                Auditor mengambil keputusan atau pendapat dari bahan pembuktian, dan melaporkannya kepada pihak ketiga serta melengkapi bahan bukti untuk meyakinkan kebenaran isi laporan, dan usulan perbaikan untuk meningkatkan efektifitas proyek.
    Arti dan proses audit secara umum mencakup
    1.      Kegiatan audit terdiri dari langkah-langkah sistematis mengikuti urutan yang logis
    2.      Pengkajian secara objektif; dilakukan oleh orang bebas, dalam arti tidak berperan dalam objek yang akan diaudit.
    3.      Diperlukan bahan bukti (evidence) yaitu fakta atau data dan informasi yang mendukung yang harus dikumpulkan oleh auditor
    4.      Ada kriteria sebagai patokan pertimbangan atau perbandingan. Kriteria merupakan standar yang telah ditentukan dimana organisasi, manajemen, atau pelaksana harus mengikutinya dalam usaha mencapai tujuan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Kriteria digunakan auditor untuk menilai apakah suatu kegiatan telah dilakukan dengan benar atau menyimpang
    5.      Ada kesimpulan berupa pendapat atau opini auditor
    Tahap audit proyek adalah
    1.      Survey pendahuluan
    2.      Mengkaji dan menguji sistem pengendalian manajemen
    3.      Pemeriksaan terinci
    4.      Penyusunan laporan
    Beberapa aspek yang perlu diperhatikan diluar aspek utama :
    1.      Organisasi, otorisasi, dll
    2.      Perencanaan dan jadwal
    3.      Kemajuan pelaksanaan pekerjaan
    4.      Mutu barang dan pekerjaan
    5.      Administrasi, pembelian dan jasa
    6.      Engineering
    7.      Konstruksi
    8.      Anggaran, pendanaan, akuntansi, dll
    9.      Perundang-undangan dan peraturan pemerintah
    Faktor keberhasilan proyek
    1.      Misi proyek harus memiliki definisi awal tentang tujuan yang jelas mengenai diadakannya proyek, serta garis besar petunjuk cara atau strategi mencapainya
    2.      Dukungan dari pimpinan teras
    3.      Perencanaan dan jadwal
    4.      Konsultasi dengan pemilik proyek
    5.      Personil
    6.      Kemampuan teknis
    7.      Acceptance dari pihak pemilik dalam hal ini pemilik ikut melakukan inspeksi, uji coba dan sertifikasi pada tahap implementasi dan terminasi
    8.      Pemantauan, pengendalian, dan umpan balik
    9.      Komunikasi untuk mencegah duplikasi kegiatan, salah paham atau salah pengertian diantara para peserta proyek
    10.  Troble shooting; akan membantu memperkirakan persoalan yang akan terjadi jauh sebelum permasalah terjadi.
    Prosedur auditor :
    Tahapan Perencanaan. Sebagai suatu pendahuluan mutlak perlu dilakukan agar auditor mengenal benar obyek yang akan diperiksa sehingga menghasilkan suatu program audit yang didesain sedemikian rupa agar pelaksanaannya akan berjalan efektif dan efisien.
    Mengidentifikasikan resiko dan kendali. Tahap ini untuk memastikan bahwa qualified resource sudah dimiliki, dalam hal ini aspek SDM yang berpengalaman dan juga referensi praktik-praktik terbaik.
    Mengevaluasi kendali dan mengumpulkan bukti-bukti melalui berbagai teknik termasuk survei, interview, observasi, dan review dokumentasi.
    Mendokumentasikan dan mengumpulkan temuan-temuan dan mengidentifikasikan dengan audit.
    Menyusun laporan. Hal ini mencakup tujuan pemeriksaan, sifat, dan kedalaman pemeriksaan yang dilakukan. 
 


PERMEN PU NO.07/2019


Peraturan Menteri No. 7/2019 Pengadaan Jasa Konstruksi dan Konsultansi Konstruksi
Pada pertengahan bulan Maret tahun 2019, setelah sekian lama akhirnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 07/PRT/M/2019 yang menggantikan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 7 2011 dan 31 Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia. Peraturan Menteri tersebut sebenarnya sangat ditunggu-tunggu terutama oleh pelaku pengadaan, karena hal tersebut sebagai dasar pelaksanaan pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi. Peraturan Menteri yang telah sesuai dengan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 itu, ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2019 dan diundangkan pada tanggal 25 Maret 2019.
Perubahan penting yang paling signifikan pada Peraturan Menteri tersebut terletak pada batasan untuk Kualifikasi Usaha Kecil, Menengah dan Besar, baik untuk Pekerjaan Konstruksi maupun Jasa Konsultansi Konstruksi. Pada pasal 3 ayat 3 di Peraturan Menteri ini disebutkan bahwa peraturan ini digunakan sebagai dasar untuk Kementerian dan Lembaga yang anggarannya bersumber dari APBN. Jadi pada prinsipnya, Peraturan Menteri ini mutlak digunakan untuk APBN.
Khusus untuk APBD, dapat menjadikan Peraturan Menteri ini sebagai ACUAN dalam menyusun standar Dokumen Pemilihan yang berarti Dokumen Pemilihan tersebut tidak boleh keluar dari batasan Peraturan Menteri ini. Termasuk dalam penetapan kualifikasi Badan Usaha untuk Pekerjaan Konstruksi antara lain;
· Ditetapkan batasan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai sampai 10 Milyar ditentukan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi USAHA KECIL,
· Sedangkan, untuk Pekerjaan Konstruksi senilai 10 hingga 100 Milyar ditentukan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi USAHA MENENGAH yang Kemampuan Dasarnya (KD) memenuhi syarat, dan
· Untuk Pekerjaan Konstruksi senilai diatas 100 Milyar ditentukan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi USAHA BESAR dengan Kemampuan Dasar yang memenuhi syarat.
Sedangkan, untuk Jasa Konsultansi Konstruksi penetapan kualifikasinya antara lain;
· Pekerjaan Jasa Konsultansi Konstruksi yang pengerjaannya senilai sampai 1 Milyar diperuntukkan hanya untuk pelaku usaha Jasa Konsultansi Konstruksi dengan kualifikasi USAHA KECIL,
· Pekerjaan Jasa Konsultansi Konstruksi senilai diatas 1 Milyar sampai 2,5 Milyar diperuntukkan hanya untuk pelaku usaha dengan kualifikasi USAHA MENENGAH, dan
· Untuk pekerjaan Jasa Konsultansi Konstruksi diatas 2,5 Milyar ditentukan untuk pelaku usaha dengan kualifikasi USAHA BESAR.


Tujuan diberlakukannya regulasi tersebut sesungguhnya agar Pengadaan Jasa Konstruksi yang memenuhi tata nilai pengadaan dan kompetitif mempunyai peran penting bagi ketersediaan infrastruktur yang berkualitas sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, Kementerian/Lembaga dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini dengan Peraturan Menteri yang telah berlaku.
Seperti yang tercantum pada pasal 99 Peraturan Menteri No. 7 Tahun 2019 bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 07/PRT/M/2011 dan 31/PRT/M/2015 telah DICABUT dan dinyatakan TIDAK BERLAKU lagi.


PERATURAN PRESIDEN NO.16/2018


PERATURAN PRESIDEN NO.16/2018 JASA KONSTRUKSI
Dengan pertimbangan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 16 Maret 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (tautan: Perpres Nomor 16 Tahun 2018).
Dalam Perpres ini disebutkan, bahwa metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:
a. E-purchasing
b. Pengadaan Langsung
c. Penunjukan Langsung
d. Tender Cepat
e. Tender.
· E-purchasing sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik.
· Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),
· Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
· Adapun Tender Cepat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal:
a. spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci
b. Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia
· Tender sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam keadaan tertentu.
“Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: a. Sistem Nilai; b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau c. Harga Terendah,” bunyi Pasal 39 Perpres ini.
Adapun Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi, menurut Perpres ini, terdiri atas:
a. Seleksi
b. Pengadaan Langsung
c. Penunjukan Langsung.
Seleksi sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu.
“Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud , diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali,” bunyi Pasal 41 ayat (6) Perpres ini.
Metode evaluasi penawaran Penyedia Jasa Konsultansi, menurut Perpres ini, dilakukan dengan: a.Kualitas dan Biaya; b. Kualitas; c. Pagu Anggaran; atau d. Biaya Terendah.
Swakelola
Menurut Perpres ini, pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan: a. PA (Pengguna Anggara)/KPA (Kuasa Pengguna Anggaran dapat menggunakan pegawai Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli; b. Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan c. Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan: a. PA/ KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan b. PPK menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan kesepakatan kerja sama sebagaimana.
Adapun pelaksanaan Swakelola tipe III, menurut Perpres ini, dilakukan berdasarkan Kontrak PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan pimpinan Ormas (Organisasi Kemasyarakatan). Dan untuk pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat.
“Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.,” bunyi Pasal 48 Perpres ini.
Tender
Menurut Perpres ini, pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi:
a. Pelaksanaan Kualifikasi
b. Pengumuman dan/atau Undangan
c. Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Pemiliha
d. Pemberian Penjelasan
e. Penyampaian Dokumen Penawaran
f. Evaluasi Dokumen Penawaran
g. Penetapan dan Pengumuman Pemenang
h. Sanggah
“Selain ketentuan sebagaimana dimaksud untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding,” bunyi Pasal 50 ayat (2) Perpres ini.
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud, menurut Perpres in, untuk Seleksi Jasa Konstruksi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai.
Adapun pemilihan melalui Tender Cepat dilakukan dengan ketentuan:
a. peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia
b. peserta hanya memasukkan penawaran harga
c. evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan
d. penetapan pemenang berdasarkan penawaran terendah.
Üntuk pengadaan lansung dilakukan:
a. pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi atau
b. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk pengadaan langsung yang menggunakan SPK.
“Pemilihan dapat dilakukan setelah RUP diumumkan,” bunyi Pasal 50 ayat (9) Perpres ini. Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, menurut Perpres ini, pemilihan dapat dilaksanakan setelah:
a. penetapan Pagu AnggaranK/L
b. Persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perpres ini juga menegaskan, pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan ketentuan pengadaan Barang/Jasa di negara setempat. “Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 94 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 22 Maret 2018 itu. (Pusdatin/ES)”



UNDANG-UNDANG NO.2/2017


UNDANG-UNDANG NO.2/2017 JASA KONSTRUKSI
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya membenahi iklim usaha jasa konstruksi dengan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi menjadi undang-undang (UU) No 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi dalam Rapat Paripurna Ke-15 di Gedung DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Kamis (15/12). UU Jasa Konstruksi terbaru ini memiliki beberapa poin penting yang akan menggantikan Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999 yang sudah berlaku kurang lebih selama 17 tahun.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly saat menyampaikan Pendapat Akhir Presiden atas RUU tentang Jasa Konstruksi dalam Sidang Paripurna mengatakan bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi ini telah melalui proses pembahasan yang mendalam. Dirinya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam proses pembahasan RUU serta mengapresiasi Pimpinan serta Anggota DPR RI karena telah memberikan perhatian penuh selama berlangsungnya pembahasan RUU Jasa Konstruksi. "Kiranya, niatan baik kita untuk kepentingan dan kemajuan bangsa-negara demi NKRI bisa terwujud dan didukung oleh seluruh rakyat Indonesia," katanya. Turut hadir dalam Sidang Paripurna tersebut Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti dan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang tengah berada di Aceh mendampingi Presiden RI Joko Widodo.
UU Jasa Konstruksi No 2 Tahun 2017 yang baru disahkan ini terdiri dari 14 Bab dan 106 pasal telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor lain, seperti UU Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan terkait lainnya. Menurutnya, tantangan kedepan terhadap perkembangan jasa konstruksi mendorong dilakukannya revisi RUU, mengingat industri konstruksi Indonesia yang sangat dinamis dan perlu adanya pengaturan terhadap rantai pasok, system delivery dalam sistem pengadaan barang dan jasa serta mutu konstruksi.
Sementara itu Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemy Francis mengatakan bahwa RUU Jasa Konstruksi yang menjadi inisiatif DPR RI telah dibahas bersama pemerintah sejak 27 Februari 2016 dan pemerintah telah menyampaikan 905 Daftar Inventaris Masalah (DIM). Kemudian dilanjutkan dengan Rapat Panitia Kerja (Panja) dan Tim Perumus (Timus) secara intensif serta menghasilkan rumusan yang disepakati bersama pemerintah.
Substansi Penting UU Jasa Konstruksi


RUU Jasa Konstruksi ini tidak lagi berorientasi hanya kepada urusan bidang PUPR tetapi mencakup penyelenggaraan pekerjaan konstruksi di Indonesia secara utuh.
Ada beberapa substansi penting dalam UU Jasa Konstruksi yang disepakati antara Pemerintah dan DPR-RI, antara lain:
1. Adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi
2. Menjamin terciptanya penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka melalui pola persaingan yang sehat
3. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui kemitraan dan sistem informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi
4. Lingkup pengaturan yang diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan mengatur rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan
5. Adanya aspek perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi agar tidak mengganggu proses pembangunan. Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pada RUU tentang Jasa Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi hanya ada klasul kegagalan bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi
6. Perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi
7. Adanya jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi
8. Mewujudkan jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4).    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar